Wednesday, March 08, 2006

Diplokotho

Pernah mendengar orang mengucapkan atau membaca kata diplokotho? Diplokotho adalah salah satu kata dalam Bahasa Jawa yang artinya adalah dikerjain, diusili, dijahili, dipengaruhi untuk mengalami atau melakukan sesuatu hal yang menggelikan. Dalam kalimat “Saya diplokotho oleh agen-agen KGB untuk membocorkan rahasia negara Indonesia”, diplokotho berarti dibujuk untuk melakukan hal-hal yang buruk. Sebaliknya, dalam kalimat “Saya diplokotho oleh sahabat saya - yang tanpa sepengetahuan saya - telah mengajukan nama saya sebagai salah satu calon penerima Nobel Perdamaian Dunia”, diplokotho berarti dikerjain, dijahili untuk mengalami sesuatu yang menggelikan. Hari Minggu lalu, seorang bapak separuh baya telah diplokotho oleh calon istrinya dan beberapa fotografer muda yang berbakat, energik dan penuh semangat, dengan bantuan seorang piñata rias bernama Maya. Fotografer yang melakukannya adalah Atta, Alex, Adit, Beatrix, Ndaru, Sonny, Tumpal, Vera dan Yocke. Sang bapak dan calon istrinya jadi obyek foto para fotografer tersebut di atas dalam rangka praktek fotografi percintaan sepasang anak manusia yang akan menikah. Tidak ada adegan mesum yang melanggar RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi dalam pemotretan itu. Tidak ada pelanggaran tata susila ala Indonesia. Pose-pose yang ditangkap kamera tidak menimbulkan angan-angan syur seperti adegan percintaan film-film Bollywood. Tapi, hasilnya, indah sekali. Sang bapak mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada para fotografer muda nan sakti itu. Foto-foto yang dihasilkan sangat mempesona dan layak disejajarkan dengan karya-karya fotografer-fotografer top Indonesia dalam pameran akbar fotografi Indonesia. Mengapa sang bapak, sebagai model dalam foto itu, tampak sedemikian puas? Ternyata, dalam pemotretan itu, sang bapak sempat bercanda dengan mengatakan bahwa dirinya diplokotho oleh para fotografer muda itu. Setelah melihat hasil fotonya, dia merasa yakin bahwa dirinya yang berusia hampir setengah abad itu memang telah diplokotho oleh anak-anak muda yang suka memotret itu, untuk memenuhi kepuasan bathin mereka, yaitu berlatih untuk mendapatkan foto-foto pre-wedding yang indah. Mudah-mudahan para fotografer yang mengaku hanya sebagai penggemar fotografi ini tidak kualat karena telah memplokotho orang separuh baya. Amin.

Friday, March 03, 2006

Lucu...!!!! Hahahaha....!!!!

Apakah Anda telah membaca berita ini? “Ula marani gepuk” adalah ungkapan yang pas untuk mengomentari kunjungan Pansus RUU Anti Pornografi disambut atraksi telanjang di Bali. Sebelum berangkat ke Bali, para anggota Pansus RUU Anti Pornografi ini pasti telah menyadari bahwa masyarakat Bali menolak RUU Anti Pornografi. Ngapain mereka masih bersikeras mengunjungi Bali?! Bukankah ini layak disebut sebagai “Ular yang menghampiri tongkat pemukul”?!? Sekarang yang menggelikan lagi adalah berita ini. Reaksi yang berlebihan. Padahal, orang Bali kan tahu siapa yang bertindak tanpa berpikir. Lalu, ngapain mereka mengancam melepaskan diri dari NKRI segala?! Waduh….. Saya sama sekali tidak mampu memahami pikiran siapapun yang memandang urgensi disusunnya RUU Anti Pornografi dan Anti Pornoaksi di negeri ini. Bukankah lebih penting mengupayakan agar bangsa ini memiliki self-sensorship terhadap pornografi dan pornoaksi dengan membina akhlak dan moral anak-anak bangsa?! Saya pun tak habis pikir melihat reaksi penolakan pada RUU Anti Pornografi tersebut. Ngapain buang enerji menolak RUU yang disusun dengan pikiran cekak itu? Biarin aja, wong RUU ini sudah bisa dipastikan sangat sulit dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia. Siapakah yang mampu menghilangkan akses ke jutaan situs porno di internet? Siapakah yang mampu mencegah anak bangsa mengunjungi jutaan situs porno di internet?! Siapakah yang bisa menghalangi anak bangsa melihat gambar dan membaca majalah atau buku-buku porno yang beredar di tengah masyarakat luas? Siapakah yang mampu menghalangi pandangan anak-anak bangsa pada tubuh telanjang lawan jenisnya yang mandi di pinggir-pinggir kali? Kok saya ikut-ikutan marah ya?! Ngapain?! Sing waras ngalah ah………..

Thursday, March 02, 2006

Percum tak Bergun

Pernah dengar atau mengucapkan ungkapan yang jadi judul tulisan ini? Di kalangan orang yang biasa menggunakannya, ungkapan itu biasanya terlontar bila seseorang memandang satu hal sebagai sesuatu yang sia-sia. Ungkapan ini timbul di pikiran jail dan keluar dari bibir tebal saya sesaat setelah membaca mBelgedes nya Pak Suka Hardjana, yang tak kunjung terbaca setelah berhari-hari tampil di edisi cetak dan media online di internet. Kenapa Percum tak Bergun? Ya, karena di tulisan itu Pak Suka hanya menjadikan kebobrokan yang tengah terjadi di tengah bangsa dan negara Indonesia ini sebagai ilustrasi dari penjelasannya tentang makna kata “mBelgedes” dan “mBel” saja. Padahal, masing-masing kebobrokan yang dituliskan Pak Suka di tulisan itu cukup berbobot untuk diangkat sebagai suatu topik diskusi dalam acara-acara talk show yang ditayangkan oleh berbagai stasiun televisi di Indonesia maupun di seminar-seminar tingkat nasional dan dicarikan jurus jitu untuk merubahnya. Tapi, Pak Suka memang benar sih. Kebobrokan-kebobrokan itu hanya cocok untuk dijadikan ilustrasi tulisan saja. Tak perlu diulas lagi. Tak perlu dirubah. Biarin aja. Tak perlu berusaha merubah. Buang-buang energi. Percuma. Karena sudah mendarah daging di tengah masyarakat Indonesia. Buanyak sekali orang yang melakukannya. Di segala lapisan masyarakat. Mungkin, mereka ikut bobrok karena mereka berpendapat “Jaman e jaman edan. Sing ora melu edan ora keduman”, “jamannya adalah jaman gila, yang tidak ikut gila, tak akan dapat bagian”. Yang penting dan harus kita ingat adalah: kita-kita yang berani memutuskan tidak ikut gila, tidak ikut-ikutan bikin kebobrokan yang jadi ilustrasi tulisan Pak Suka itu. Jangan pula bikin kebobrokan baru dengan memanfaatkan celah-celah hukum, celah-celah peraturan dan lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Ada baiknya kita mengingat “2 semboyan utama” mendiang Eyang Kakung saya. Pertama, Gusti Allah ora sare, yang berarti Tuhan tidak tidur. Dan, kedua, becik ketitik, ala ketara. Artinya -kurang lebih- adalah: Kebaikan tak akan tersembunyi, kejelekan akan tampak dengan jelas.

Wednesday, March 01, 2006

Ingin Panjang Umur? Berpikirlah Positif dan Optimis!

Chicago, Selasa Sikap optimis ternyata baik untuk kesehatan jantung, begitu hasil dari sebuah penelitian yang diumumkan hari Minggu (26/2). Berdasar riset yang dipublikasikan dalam Archives of Internal Medicine, orang-orang yang paling optimis di antara 545 pria Belanda berusia 64 hingga 84 tahun, memiliki resiko terkena serangan jantung 50 persen lebih rendah dibanding yang kurang optimis. Riset sebelumnya menyebutkan bahwa bersikap optimis akan meningkatkan kesehatan fisik secara umum dan menurunkan resiko kematian karena berbagai sebab. Sikap positif juga terbukti bisa membantu pasien yang memiliki penyakit jantung karena penyempitan arteri. Study ini mengukur tingkat optimisme para sukarelawan mengenai hidup mereka, dengan meminta mereka menilai pernyataan seperti "Saya tidak memiliki rencana untuk beberapa tahun mendatang" atau "Hari-hari saya sepertinya berjalan lambat," atau "Saya masih memiliki banyak rencana." "Pada dasarnya sikap optimis akan stabil dalam periode jangka panjang walau sikap ini cenderung menurun seiring usia yang makin tua," kata peneliti Erik Giltay dari Institut Kesehatan Mental di Deft, Belanda. Pada skala nol hingga tiga, dimana tiga adalah angka bagi mereka yang paling optimis, rata-rata yang didapat dari para sukarelawan turun dari 1,5 pada tahun 1985 menjadi 1,3 di tahun 2000. Skala yang tinggi biasanya berkaitan dengan umur yang lebih muda, pendidikan lebih tinggi, memiliki teman-teman dalam hidupnya, memiliki kondisi kesehatan lebih baik, dan melakukan lebih banyak aktivitas fisik. "Saat ini baru diteliti apakah usaha untuk meningkatkan sikap optimis seseorang bisa mengurangi resiko kematian karena penyakit jantung atau tidak," kata Giltay. "Namun yang jelas, orang yang optimis memiliki kesehatan jantung lebih baik." Sumber : reuters Penulis : wsn