Wednesday, September 06, 2006

“Preman – seperti - Polisi”

Sabtu, 2 September 2006 lalu, saat hendak makan siang dengan istri di sebuah warung ikan bakar di dekat Pasar Tebet, saya melihat 2 orang pria berseragam – seperti – polisi mengendarai mobil – seperti – mobil dinas polisi KIA Carens tenggelam dalam kemacetan lalu lintas yang sering terjadi di sekitar pasar itu. Di kaca belakang mobil – seperti – mobil dinas polisi terpampang jelas-jelas tulisan “4102”. Di bawah angka tersebut, tertulis sebuah alamat situs web yang memberi kesan bahwa mobil itu berasal dari Polsek Tebet. Saya beruntung berada dalam mobil yang berada di belakang mobil ini. Pengendara kendaraan lainnya tampak memberi peluang kepada mobil itu untuk melintas lebih dahulu, lepas dari kemacetan lalu lintas yang terjadi. Mungkin para pengendara itu berbuat demikian agar mobil – seperti – mobil dinas tersebut dapat segera lepas dari kemacetan dan segera mengantar pengendaranya melakukan tugas-tugas yang menantinya. Beberapa puluh meter selepas dari kemacetan ini, tiba-tiba mobil tersebut berhenti di depan Bank BCA. Pria berdandan – seperti – polisi yang duduk di bangku kiri mobil tersebut melambaikan tangan, memanggil tukang parkir yang tengah berteduh dari panas matahari siang, di bawah bayangan tembok gedung sebelah tempat parkir bank tersebut. Sang tukang parkir segera berlari-lari kecil menghampiri mobil tersebut. Setelah berbicara sejenak, sang tukang parkir merogoh kantong celananya dan memberikan beberapa lembar uang kepada orang yang berdandan – seperti – polisi tersebut. Setelah menerima pemberian tersebut, mobil tersebut bergerak melanjutkan perjalanannya kembali. Kejadian itu sangat menarik hati saya. Rupanya kedua orang tersebut adalah preman yang “memalak” sang tukang parkir dan “menguasai” lahan parkir di kawasan itu. Saya segera menghampiri sang tukang parkir dan bertanya bertanya, pernahkah sang tukang parkir menolak permintaan preman yang berdandan – seperti – polisi tersebut. Sang tukang parkir menjawab dengan pasrah bahwa bagaimanapun juga dia harus memenuhi permintaan tersebut. Kata sang tukang parkir, “mendingan kehilangan duit tiga – empat ribu rupiah, daripada saya nggak boleh kerja lagi di sini, saya relain aja duit segitu, pak”, lanjutnya. Jawaban sang tukang parkir ini membuat otak saya berisi rangkaian kekaguman. Tentunya preman-preman yang berdandan – seperti – polisi itu preman yang sangat powerful. Coba bayangkan, mereka berani memalak dengan dandanan – seperti – polisi, tanpa takut tertangkap aparat penegak hukum. Mereka pun berani mengendarai kendaraan – seperti – mobil dinas polisi yang biasa digunakan untuk menegakkan hukum. Saya tak habis pikir mengapa bisa premanisme bisa dilakukan oleh orang yang berpakaian – seperti – polisi ini. Korbannya tukang parkir pula. Saya benar-benar tak bisa memahami kejadian itu sampai detik ini.