Friday, June 09, 2006

Saya ketenggengen atau saya kamitenggengen, entahlah.

Anda tentu pernah mengalami suatu kejadian yang tak disangka-sangka dan mengakibatkan Anda tak dapat berkata-kata, hanya bisa memandang suatu obyek dengan pandangan kosong, seolah-olah kehilangan daya pikir selama beberapa detik, kemudian terheran-heran, tertegun, terdiam dengan perasaan senang dan bahagia, atau sebaliknya dengan perasaan sedih, prihatin, bingung dan sejenisnya. Keadaan seperti itu, dalam bahasa Jawa disebut dengan ketenggengen atau kamitenggengen. Saya sih lebih suka menyebutkan ketenggengen daripada kamitenggengen. Lebih singkat. Dalam Bahasa Indonesia, kata yang paling tepat dipilih sebagai terjemahan dari ketenggengen adalah “terpana”. Mungkin lho. Kata “Terkesiap”, “terkesima”, “terpesona” ataupun “terperanjat” kurang tepat karena tidak dapat menggambarkan rangkaian reaksi yang jadi bagian dari ketenggengen ini. Mungkin saja ada kata lain dalam Bahasa Indonesia yang lebih tepat untuk menterjemahkannya, tetapi kata itu belum hadir dalam kosakata saya. Tadi malam saya sempat ketenggengen gara-gara membaca tulisan "Wednesday, May 03, 2006” yang tampil di layar komputer saat saya buka blog ini. Tulisan itu menunjukkan hari dan tanggal terakhir saya menampilkan tulisan dalam blog ini. Artinya, sudah sebulan lebih saya tidak updating blog ini. Ini adalah kenyataan yang mengherankan. Lha wong saya bekerja dengan komputer yang online di jaringan internet mulai jam 08.30 – 19.00, setiap hari, kecuali Sabtu, Minggu dan hari libur. Saya sering nge-tag beberapa blogger, menulis komentar di beberapa tulisan yang sempat saya baca, bahkan sempat mengganti tag-board di blog ini yang diracuni oleh pesan-pesan spam menyebalkan. Apakah mungkin lupa updating blog ini disebabkan oleh karena seringnya saya ketenggengen ya? Bisa jadi. Saya ketenggengen melihat balita-balita berlari-lari kecil menghampiri kendaraan, yang menanti giliran melewati perempatan jalan, sementara ibu-ibunya sedang bercanda di bawah keteduhan bayang-bayang pohon di pinggir jalan. Saya ketenggengen melihat orang menyerang kantor majalah yang katanya dapat merusak moral anak bangsa, tapi tak pernah menyerang rumah bordil yang jelas-jelas merusak moral anak bangsa. Saya ketenggengen melihat maling-maling saling teriak maling, saling tangkap, tapi saling tak tega menghakimi. Saya ketenggengen atau saya kamitenggengen, entahlah....