Friday, October 28, 2005

Manajemen Marah

Judul “Manajemen Marah” di atas memiliki dua arti. Pertama, “para penguasa yang mengelola organisasi sedang marah”. Arti kedua adalah “mengelola rasa marah”. Arti kedua inilah yang ingin saya bicarakan di sini. Saya tidak tertarik membicarakan arti pertama, karena, menurut saya, memang salah satu fungsi tak tertulis dari manajemen adalah marah. Manajemen yang tidak pernah marah kurang terasa ‘greget’nya bagi anak buah. Terlalu lembek. Bisa-bisa, para anak buah jadi ‘nglamak’, jadi kurang menghargai boss, bila boss-nya tak pernah marah. Beberapa tahun belakangan ini, terasa benar perlunya pengajaran Manajemen Marah pada seluruh lapisan masyarakat. Semakin hari semakin banyak orang yang gampang marah dan gampang menyalurkan amarahnya menjadi tindak kekerasan yang brutal, membabi-buta, yang membahayakan keselamatan orang lain. Makin banyak orang yang tidak dapat mengendalikan emosinya yang memuncak. Makin banyak orang yang tidak dapat menekan turun darah mereka yang telah naik memenuhi kepala. Penduduk beberapa desa marah dan merusak kantor kepala desa karena tidak mendapat Dana Bantuan Langsung Tunai atas kenaikan BBM. Pengikut aliran sesat marah dan membunuh polisi yang akan menangkap pemimpin mereka. Seorang bapak yang marah dan membunuh seorang gadis cilik anak tetangga, yang berisik dengan permainannya, di samping kamar tidur tempat sang bapak beristirahat siang. Seorang marinir, dosen akademi militer, yang marah lalu membunuh bekas istrinya dan hakim yang memutuskan bahwa ia harus berbagi harta gono-gini dengan bekas istri tersebut. Tindakan-tindakan konyol tersebut adalah akibat ketidak-mampuan para pelaku mengelola kemarahannya masing-masing. Lalu siapa yang bisa mengajar manajemen marah kepada masyarakat luas? Menurut saya, Manajemen Marah dapat diajarkan kepada seluruh anggota masyarakat oleh siapa saja yang bisa baca tulisan di blog ini. Cara yang efektif untuk mengajar adalah dengan prinsip-prinsip multi level marketing. Member get member. Orang yang bisa akses internet dan bisa baca blog ini, belajar manajemen marah, jadi sabar, lalu menularkan kesabarannya ke orang lain. Begitu seterusnya sesuai deret ukur. Kalau multiplikasi ini terjadi, jumlah orang sabar akan berlipat-ganda secara mengagumkan. Kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat jadi penuh hiasan senyum. Tak peduli panas hujan, bau keringat, dan ketidak-nyamanan lain yang terjadi. Semua orang mengedepankan kedamaian. Kerukunan yang nyaman dan menenteramkan hati siapa saja yang tinggal di negeri ini. Mari saling mengasihi. Mari saling menyayangi sesama. Mari belajar Manajemen Marah lebih dalam lagi supaya kita semua nggak ribut terus. Belajar dari pendeta bisa. Belajar dari A’a Gym bisa. Belajar dari biksu atau bikuni di klenteng juga bisa. Belajar dari Mahatma Gandhi atau Kong Fu Chu pun pasti bisa...

1 Comments:

Blogger Balung Gundul said...

Paman, bener juga seh, dadi menungso kie ancene kudu isok ngontrol "marah". tapi kadang menungso lek terlalu sabar kie yo ga apik je....

10/29/2005 10:36:00 PM  

Post a Comment

<< Home