Monday, July 18, 2005

Ini keterlaluan. Tapi, aku memang tak tahu pasti usia Kakek, sekalipun ia telah bertahun-tahun tinggal di rumah ini bersama Ayah, Ibu, aku dan adik-adikku. Seingatku, tak sekalipun ia pernah menyebutkan usianya. Yang jelas, ia punya banyak cerita tentang masa pendudukan Belanda, Jepang dan Inggris di Surabaya. Tampaknya, di tahun-tahun awal kemerdekaan negara ini dia sudah dewasa. Aku ingat. Ia pernah bercerita, "Aku mulai ngelirik Mbah Putrimu awal tahun 30an, Le. Waktu itu Mbah Putrimu masih malu-malu kucing. Setahun kemudian tak tembung langsung ke Mbah Buyutmu. E, diwenehke. Yo wis. Langsung kawin." Jadi kalau si Mbah menikah umur 20 tahun di tahun 1932, sekarang usianya 93 tahun. Wow! Kakekku sudah hampir seabad. Sekalipun sudah sedemikian sepuh, ingatannya sangat tajam. Ia ingat detil-detil peristiwa di keluarga besar kami yang terjadi bertahun-tahun silam. Baik peristiwa bahagia maupun peristiwa menyedihkan. Ia ingat setiap hal yang membanggakan baginya maupun hal-hal yang melukai perasaannya. Saat ingatannya tertuju pada bagian-bagian yang tabu dibicarakan, tampaklah kesedihan di wajahnya. Kalau mimiknya berubah seperti ini, aku sering menggodanya dengan memintanya bercerita tentang pergaulannya dengan para perempuan di masa mudanya dulu. Pasti dia segera terhibur. Tersipu malu seperti aku di masa remajaku dulu. Ingin kukatakan, Mbah Kung tak perlu lagi bersedih. Nikmati saja sisa hidup ini seperti menikmati senja di tepi pantai di belakang rumah.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home